Selasa, 09 Juni 2009

SALAH KAPRAH NI.....

Suatu hari, saya kedatangan tamu penting. Dia adalah SAY***, putra dari Bapak SUW****, seorang warga desa Alastlogo yang sudah lama saya kenal. Awalnya dia tanya-tanya HP ke adikku. Setelah ngobrol-ngobrol dikit, saya tinggalkan dia bersama istri saya, karena saya harus melayani tamu yang lain. Setelah melayani tamu yang lain, saya melihat SAY*** dan istri saya asyik ngobrol di teras depan. Saya cuek saja, tidak ingin ikut campur dengan urusan mereka. Tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Akhirnya setelah lama mengobrol dia pamit pulang.

Setelah saya selesai sholat isya', SAY*** datang lagi. Dia tidak sendirian. Dia ditemani oleh AH**, seorang warga desa Watuprapat. Saya tanya ada masalah apa kok rame-rame kesini. Akhirnya dia bilang kalau ingin meluruskan masalah BICARA. Dia bilang kalau dirinya dikabarkan pernah bilang begini : Kalau anak-anak utara mau gabung sama klubnya, ngaca dulu sama PALO**** ( tempat makan ayam ).

CERITA YANG SAYA DENGAR BEGINI :
Suatu hari, EK* putranya AM** sehabis pulang dari latihan SEPAK TAKRAW mampir di lapangan sepakbola. EK* ikut nendang-nendang bola di lapangan. Kemudian datang SAY*** dan menanyakan siapa yang ikut latihan itu. Kemudian ada yang jawab bahwa yang ikut latihan itu adalah EK* putranya AM**. SAY*** langsung bilang begini : "MON NAK-KANAK DEJE AGABUNGE, AKACA GHELLU KA PALONGAN".
Kebetulan disitu ada SAN*** yang masih ada hubungan keluarga dengan EK*. Siapa sih yang tidak tersinggung kalau keluarganya dihina dihadapannya sendiri?

Kemudian saya tanya apakah dia pernah bilang atau tidak. Dia mengatakan tidak pernah bilang begitu, sebagai saksinya dia membawa AH** kesini. Karena pada waktu itu AH** juga ada disana. Saya katakan, kalau memang tidak bilang, kenapa harus diperpanjang? Sampai-sampai harus membawa saksi segala. Sepuluh saksipun tidak ada gunanya buat saya. Toh saya tidak punya kepentingan apa-apa.
Tapi dia kawatir tidak dipercaya oleh saya. Saya bilang bahwa saya percaya padanya. Apa perlu diumumkan lewat pengeras suara, agar orang-orang percaya. Saya juga bilang begini : "Kalau memang kamu tidak pernah bilang begitu, maka kamu orang WARAS, tapi kalau kamu pernah bilang begitu, maka kamu orang GILA.
Tidak hanya masalah BICARA yang dibahas, bahkan AH** mengungkit-ungkit masalah PILKADES. Tapi saya tidak menanggapi masalah tersebut. Karena masalah PILKADES saya anggap sudah kadaluarsa, sudah basi. Toh saya tidak punya kepentingan apa-apa dengan semua CALON. Saya tidak ingin jadi CARIK ( SEKDES ), tidak ingin jadi PERANGKAT, tidak ingin jadi ketua RT/RW dan lain-lain.

Akhirnya setelah lama ngobrol, mereka pamit pulang dengan perasaan yang tidak saya ketahui. Apakah mereka puas atau tidak puas dengan sikap saya, itu urusan mereka sendiri. Saya tidak mau tahu. Saya lebih mementingkan keluargaku sendiri.

Dengan kejadian seperti diatas, seharusnya kan saya yang harus bereaksi. Seharusnya saya yang mencari sumber BICARA. Seharusnya saya yang marah. Karena yang merasa dihina adalah saya dan keluarga saya termasuk semua warga yang ada di blok utara. Tapi saya tidak melakukan hal itu, karena saya cuma ingin jadi pendengar yang baik. Saya pasrahkan saja pada Allah SWT.

Sebenarnya, untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, tidak perlu mengatakan bahwa dirinya adalah benar, jujur, baik dan lain-lain. Tapi bangunlah kepercayaan itu dengan tindakan nyata, bukan dengan omongan.
Kalau sudah bilang pasrah kepada Allah SWT, kenapa harus tabrak sana tabrak sini?
Lalu, mana yang benar? Apakah yang menyampaikan BICARA ataukah yang mencari sumber BICARA? Saya tidak mau ambil pusing. Kebenaran hanyalah milik Allah SWT. Suatu saat nanti, kebenaran akan terungkap, entah di dunia ini atau di akhirat nanti.

"ORANG YANG DIAM, IBARAT GUNUNG. JANGAN DITABRAK, KALAU DITABRAK BISA TERBAKAR SENDIRI"

Tidak ada komentar: